Headlines News :

Program Qurban Al Hijaz



Panitia Qurban Al Hijaz dibentuk dalam rangka untuk membantu para donatur untuk menyalurkan hewan qurban, dan dalam rangka membahagiakan anak – anak yatim dan dhuafa. Panitia qurban Al Hijaz menerima hewan qurban dari para donator dalam bentuk hewan qurbannya, maupun dalam bentuk uang tunai, yang akan digunakan pihak yayasan untuk dibelikan hewan qurban para donatur.

Jumlah Hewan Qurban yang diberikan para Donatur kepada YPU Al Hijaz:



Tahun 2009 M/ 1430 H :        1 ekor Sapi &  + 9 ekor Kambing

Tahun 2010 M/ 1431 H :        1 ekor Sapi &  + 8 ekor kambing

Tahun 2011 M/ 1432 H :        2 ekor Sapi &  + 4 ekor Kambing



Harga Kambing yang akan dibelikan dari para Donatur :    Rp 1.500.000/ ekor

Harga Sapi yang akan dibelikan dari para Donatur :         Rp 1.500.000/ 7 orang

“Mari Berbagi Kebahagiaan Qurban”

Qurban 1433 H/ 2012 M

Pengertian Wakaf


 




Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang bererti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).

Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Rukun Wakaf

Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

Syarat-Syarat Wakaf

1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah. 

Sumber : http://bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=58&Itemid=54&lang=in

Program Wakaf Al Hijaz

Lembaga Amil Wakaf YPU Al Hijaz adalah Lembaga Amil Wakaf yang bertujuan untuk menjadi media atau perantara para Donatur dalam memberikan hartanya di jalan Allah. Pada penerimaannya, Lembaga ini menerima segala bentuk harta wakaf para donator yang akan dikelola sebaik mungkin untuk kemandirian dan kemaslahatan anak Yatim, kaum Dhuafa, dan segenap umat. Dari harta wakaf yang terkumpul dari para donator, Alhamdulillah, Yayasan dapat membangun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhan yayasan.

Berikut hasil pendayagunaan dana wakaf dari para donator :

·         Pembelian lahan dan pembangunan Musholla Al Hijaz;
·         Pembelian lahan dan pembangunan Gedung TK Plus Al Hijaz;
·         Pembelian lahan dan pembangunan Gedung Serba Guna Al Hijaz;
·         Perpustakaan Musholla Al Hijaz;
·         Sarana dan prasarana lainnya.

Pengertian dan Hikmah Qurban




Pengertian Qurban

Qurban berasal dari bahasa Arab,  Qurban atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Atau secara bahasa arabnya qurban diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri.

Qurban, dalam fiqih Islam yaitu hewan yang dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah, berkenaan dengan tibanya Idhul Adh-ha atau yaumun nahr , pada tanggal 10 Dzulhijjah. Disebut Disebut hari nahr (atas dada),  karena pada umumnya, waktu dulu, hewan yang dipotong itu adalah onta yang cara pemotongannya atau penyembelihannya dalam keadaan  berdiri dengan ditusuk-kannya pisau ke lehernya dekat dada onta tersebut. Kemudian di kalangan kita popular dengan sebutan “qurban” artinya sangat dekat, karena hewan itu dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah.

Hikmah Qurban

1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban


Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]

2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang


Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah


Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]

4. Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa

“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]

5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama


“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an Surat Al An’am : 162]

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat…”

6. Berkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al Hajj : 34]

7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim


“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]

Syarat-Syarat Qurban

Syarat Berqurban
1. Syarat Wajib :
  • Islam
  • Baligh
  • Berakald
  • Mukim ( pendapat Abu Hanifah)
2. Syarat Sah :
  • Terbebasnya hewan qurban dari cela.
  • Dilakukan pada waktunya.
  • Penyembelihnya seorang muslim.
Hewan Qurban
1. Jenisnya:
  • Unta.
  • Sapi/kerbau.
  • Kambing.
2. Umurnya :
  • Unta : 5 tahun penuhb.
  • Sapi/kerbau : 2 tahun penuhc.
  • Kambing : 1 tahun penuh3.
3. Kadarnya :
  • Unta dan Sapi : untuk 7 orang.
  • Kambing : untuk 1 orang.
4. Sifatnya
Terbebas dari cela/sifat berikut :
  • Hilang sebelah matanya
  • Sakit kronis.
  • Pincang.
  • Sangat kurus

Nabi bersabda: Empat sifat yang tidak diperkenankan ada pada hewan qurban : yang tidak berfungsi salah satu matanya, yang sakit kronis, yang pincang salah satu kakinya dan yang sangat kurus.“ (HR.Tirmidzi).
 
Waktu MENYEMBELIH QurbAN
Yang pertama kita lakukan hari ini/Idul Adha ialah sholat dan kembali kemudian menyembelih qurban, maka barang siapa yang melakukan demikian, telah sesuai dengan sunnah kami dan barang siapa yang menyembelih sebelum itu maka itu adalah daging yang diperuntukkan bagi keluarganya dan tidak ada kaitannya dengan berqurban.“ (HR. Bukhari dan Muslim).
 
Awal dan akhir waktu qurban
Jumhur Ulama : Sesudah sholat dan khutbah Id dan berlangsung hingga 2 hari setelah hari Nahr/Id.Hanafiyah : Dimulai dengan datangnya waktu sholat shubuh dan berlangsung hingga 2 hari setelah hari Nahr.
Syafi’iyyah : Sesudah sholat dan khutbah Id dan berakhir hingga akhir hari tasyriq (3 hari setelah hari Id).
 
sunnah menyembelih
  1. Tidak memotong rambut dan kuku ketika memasuki bulan Dzulhijjah hingga memotong qurban.
  2. Mempertajam pisau.
  3. Menyembelih sendiri atau kalau tidak mungkin, mewakilkan kepada orang lain.
  4. Menyaksikan proses penyembelihan.
  5. Menghadapkan hewan kearah kiblat pada saat disembelih dengan membaca :
بسم الله الله اكبر اللهم هدا منك و لك
Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu.“
 
Hukum daging qurban
  1. Diperkenankan bagi yang berqurban untuk makan daging hewan qurbannya dan menyimpannya. Makanlah, berilah makan dan simpanlah.“ (HR. Bukhari dan Muslim) .
  2. Dianjurkan dalam pembagian dagingnya sebagai berikut : sepertiga untuk dimakan/disimpan, sepertiga untuk di hadiahkan dan sepertiga untuk dishodaqohkan. Dan hendaknya diberikan kepada keluarganya sepertiga, tetangganya yang miskin sepertiga dan dishodaqohkan kepada yang meminta sepertiga “ (HR. Hafidz Abu Musa) .
  3. Tidak diperkenankan untuk menjual kulitnya. Barang siapa menjual kulit qurban maka tidaklah sah qurbannya.“ (HR.Hakim dan Baihaqi).
  4. Tidak diperkenankan untuk membayar penyembelih dengan daging qurban atau kulitnya. Berkata Ali bin Abi Tholib : Aku diperintahkan Rasulullah saw untuk mengurus qurbannya dan membagi kulitnya… dan aku dilarang untuk memberi penyembelih sebagian darinya sebagai upah“, beliau melanjutkan : “kami memberinya dari bagian kami “ (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam bisshawab!

Sumber : http://lumbungzakat.blogspot.com/2008/01/qurban-itu-penting.html

Hukum Qurban

Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi'i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata, "Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji." (Matdawam, 1984)

Ukuran "mampu" berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan-- dan kebutuhan penyempurna  yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994)

Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :

"Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah." (TQS Al Kautsar : 2)

"Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah." (HR. At Tirmidzi)

"Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian." (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi
"wanhar" (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi'li). Sedang hadits At Tirmidzi, "umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum" (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni "kutiba ‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum" (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakanqarinah bahwa thalabul fi'li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim(bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib..

Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :

"Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA.)
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :

"Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata, "Ini milik Allah," atau "Ini binatang qurban." (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).

Sumber : http://rumah-yatim.org/indonesia/index.php/Panduan-Qurban/Hukum-Qurban.html

Program Shadaqah Al Hijaz

Lembaga amil Shadaqah YPU Al Hijaz bertugas menerima, mengelola, dan menyalurkan dana Infaq dan Shodaqoh dari para donator. Dalam pelaksanaannya, lembaga ini akan mengelola dengan sebaik – baiknya dana tersebut, demi kemaslahatan anak Yatim, kaum Dhuafa, dan Umat.

Berikut pengelolaan dan penyaluran dana Infaq dan Shodaqoh:
·         Kegiatan santunan kepada anak – anak Yatim dan kaum Dhuafa;
·         Bantuan dana pendidikan untuk anak – anak Yatim, (salah satunya anak asuh kami yang di pesantrenkan, dan semua biaya sekolahnya, dibantu oleh Yayasan);
·         Pemberian layanan kesehatan Gratis bagi anak Yatim dan kaum Dhuafa di Balai Pengobatan yang telah bekerja sama dengan Yayasan;
·         Biaya operasional Musholla Al Hijaz, dan gedug serba guna Al Hijaz;
·         Pembelian sarana penunjuang bagi Yayasan, dan anak Yatim (Pembelian alat music marawis, pembelian beberapa computer, pembelian Printer, pembelian pendingin ruangan, pembelian Mobil Yayasan, dll).
·         Kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dan kegiatan Yayasan lainnya.
 
Copyright © 2012. Al-Hijaz - All Rights Reserved
Yayasan Pengembangan Ummat Al-Hijaz | Penyantun Yatim dan Dhuafa | Pondok Pesantren Tahfizhul Quran